BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa nifas atau purperium dimulai sejak
1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu ( 42 hari ) setelah itu.
Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan
pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi
bagi ibu.
Secara psikologi, pascapersalinan ibu
akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun demikian, adapula ibu yang
tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yag dialami tidak berlebihan,
ibu perlu mengetahui tentang hal tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak
mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri
menjadi seorang ibu.
Penting sekali sebagian bidan untuk
mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai
apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, untuk suatu
variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum
terjadi.
Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah melahirkan, banyak wanita yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi diri ringan sampai berat serta gejala-gejala neonatus traumatic, antara lain rasa takut yang berlebihan dalam masa hamil struktur perorangan yang tidak normal sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal, riwayat perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya. Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan pengobatan. Meskipun demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan berikutnya.
Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah melahirkan, banyak wanita yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi diri ringan sampai berat serta gejala-gejala neonatus traumatic, antara lain rasa takut yang berlebihan dalam masa hamil struktur perorangan yang tidak normal sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal, riwayat perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya. Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan pengobatan. Meskipun demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan berikutnya.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu
adaptasi psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi keluarga muda, pasca
persalinan adalah “awal keluarga baru” sehingga keluarga perlu beradaptasi
dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi
yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainya merupakan
dukungan positif bagi ibu.
Tugas bidan sebagai tenaga kesehatan
adalah memberikan asuhan yang tepat pada Ibu agar mampu merawat bayinya maupun
dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain lagi. Juga untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan Ibu pada masa itu.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
adaptasi psikologis pada masa nifas?
2. Apa
saja factor yang mempengaruhi pada masa nifas?
3. Apa
saja gangguan psikologis masa nifas?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
adaptasi psikologis pada masa nifas
2. Mengetahui
factor yang mempengaruhi masa nifas
3. Mengetahui
gangguan psikologis pada masa nifas
D.
Manfaat
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu
mengetahui adaptasi psikologis pada masa nifas dan apa saja factor-faktor yang
mempengaruhi masa nifas.
2. Masyarakat
Masyarakat dapat
mengetahui gangguan-gangguan yang terjadi pada masa nifas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Adaptasi
Psikologis Pada Masa Nifas
Setelah
melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Tidak heran bila ibu
mengalami sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini
adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran.
Reva Rubin membagi peiode ini
menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Periode taking in
a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah
melahirkan. Ibu biasanya masih pasif dan hanya memperhatikan tubuhnya.
b. Ibu mungkin akan mengulang-ulang
menceritakan pengalamannya waktu melahirkan
c. Tidur tanpa gangguan sangat penting
untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
d. Peningkatan nutrisi juga sangat
dibutuhkan ibu untuk pemulihan dan persiapan proses laktasi.
e. Dalam memberikan asuhan, bidan harus
menjadi pendengar yang baik bagi ibu untuk memfasilitasi kebutuhan psikologis
ibu.
2. Periode taking hold
a. Preiode ini berlangsung pada hari ke
2-4 post partum
b. Ibu berubah menjadi perhatian dan
bertangguang jawab terhadap bayinya.
c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan
fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kesehatan dan ketahanan tubuhnya.
d. Ibu akan berusaha keras untuk
menguasai keterampilan perawatan bayi.
e. Ibu biasanya agak sensitive dan
merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut.
f. Bidan harus tanggap trhadap
kemungkinan terhadap perubahan yanjg terjadi.
g. Tahap ini merupakan tahapan yang baik
bagi bidan untuk memberikan asuhan.
3. Periode letting go
a. periode ini biasanya terjadi setelah
ibu pulang ke rumah. Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatihan yang diberikan oleh keluarga
b. ibu akan mengambil alih tanggung
jawab pada perawatan bayi.
c. Depresi post partum umumnya terjadi
pada periode ini.
B.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi masa nifas
Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang
tua pada saat post partum, antara lain :
1. Respon dan dukungan keluarga dan
teman
Ibu yang baru melahirkan teruma baru pertama kali melahirkan
akan sangat membutuhkan dukungan atau respon yang positif dari keluarga dan
teman . karena akan mempercepat proses adaptasi terhadap peran baru sebagai
ibu.
2. Hubungan dari pengalaman melahirkan
terhadap harapan dan aspirsasi
Melahirkan adalah suatu hal yang sangat mewarnai perasaan
ibu. Ia dapat merasakan bagaimana
rasanya menjadi seorang ibu. Sehingga akan memperdekat hubungan ibu dengan
ibunya.
3. Pengalaman melahirkan dan
membesarkan anak yang lalu
Walaupun bukan lagi pengalaman pertamanya lagi, namun
kebutuhan untuk mendapatkan dukungan
positif dari lingkungannya.
4. Pengaruh budaya
Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan
keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini.
C.
Gangguan
Psikologi Pada Masa Nifas
1.
Post Partum Blues
Fenomena pasca partum awal atau
baby blues merupakan sekuel umum kelahiran bayi-biasanya terjadi pada 70%
wanita. Penyebabnya ada beberapa hal, antara lain
a.
lingkungan tempat melahirkan yang
kurang mendukung,
b.
perubahan hormon yang cepat, dan
c.
keraguan
terhadap peran yan baru.
Pada
dasarnya, tidak satupun dari ketiga hal tesebut termasuk penyebab
yang konsisten. Faktor penyebab biasanya merupakan kombinasi dari berbagai
faktor, termasuk adanya gangguan tidur yang tidak dapat dihindari oleh ibu
selama masa-masa awal menjadi seorang ibu.
Post partum
blues biasanya dimulai pada beberapa hari setelah kelahiran dan berakhir
setelah 10 – 14 hari. Karakteristik post partum blues meliputi menangis, merasa
letih karna melahirkan, gelisah, perubahan alam perasaan, menarik diri, serta
reaksi negatif tehadap bayi dan keluarga. Karna pengalaman melahirkan
digambarkan sebagai pengalaman “puncak”, ibu baru mungkin merasa perawaran
dirinya tidak kuat atau tidak mendapatkan perawatan yang tepat, jika bayangan
melahirkan tidak sesuai dengan apa yang ia alami. Ia mungkin juga merasa di
abaikan jika perhatian keluarganya tiba-tiba berfokus pada bayi yang baru saja
dilahirkannya.
Kunci untuk
mendukung wanita dalam melakukan periode ini adalah berikan perhatian dan
dukungan yang baik baginya, serta yakinkan padanya bahwa ia adalah orang yang
berarti bagi keluarga dan suami. Hal yang terpenting, berikan
kesempatan untuk beristirahat yang cukup. Selain itu, dukungan positif
atas keberhasilannya menjadi orang tua dari bayi yang baru lahir dapat membantu
memulihkan kepercayaan diri terhadap kemampuannya.
2.
Depresi Post
Partum
Depresi post
partum adalah depresi berat yang terjadi 14 hari setelah melahirkan dan
berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun bahkan sampai 1 tahun
kedepan. Pitt tahun 1988 dalam Pitt(regina dkk,2001) depresi post parum
adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan,
mudah marah, gangguan nafsu makan dan
kehilangan libido(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3
bulan pertama setelah melahirkan. Wanita tersebut secara social dan emosional
meras terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi
post partum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi
pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus-menerus
sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun.
PENYEBAB
Pitt ( Regina
dkk, 2001 ), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut
:
a.
Faktor konstitusional.
Gangguan post partum berkaitan
dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat
hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan
sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara
lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada
dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi
lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya
harus tetap dirawat.
b.
Faktor fisik
Perubahan fisik setelah proses
kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan
bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor
penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama
dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat
berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang
menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah
pasti.
c.
Faktor psikologis
Peralihan yang cepat dari keadaan
“dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak
bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk,
2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini
untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d.
Faktor social
Paykel (Regina dkk, 2001)
mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan
depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
Menurut
Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin
dipengaruhi oleh faktor :
1)
Faktor umur.
Sebagian besar masyarakat percaya
bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia
antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi
perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat
kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan
tersebut untuk menjadi seorang ibu.
2)
Faktor pengalaman.
Beberapa penelitian diantaranya
adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001)
mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan
primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan
bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat
menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang
melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis
bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.
3)
Faktor pendidikan.
Perempuan yang berpendidikan tinggi
menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan
yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah,
dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak
mereka (Kartono, 1992).
4)
Faktor selama proses persalinan.
Hal ini mencakup lamanya persalinan,
serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin
besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin
besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang
bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
5)
Faktor dukungan sosial.
Banyaknya kerabat yang membantu pada
saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena
kehamilannya sedikit banyak berkurang.
GEJALA – GEJALA DEPRESI POSTPARTUM
Hal senada
juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi postpartum
yang dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala depresi pada umumnya. Tetapi
dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai
karakteristik yang spesifik antara lain :
a.
Mimpi buruk.
Biasanya terjadi sewaktu tidur REM.
Karena mimpi – mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga
dapat mengakibatkan insomnia.
b.
Insomnia.
Biasanya timbul sebagai gejala suatu
gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan
emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
c.
Kecemasan.
Ketegangan, rasa tidak aman dan
kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.
d.
Meningkatnya sensitivitas.
Periode pasca kelahiran meliputi
banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu
harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat
bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri
sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri
dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan
meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002)
e.
Perubahan mood.
Menurut Sloane dan Bennedict (1997),
menyatakan bahwa depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut :
kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah,
kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit
konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak,
tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang
lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak
mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini
menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui
ibu yang benar–benar memusuhi bayinya.
Gangguan mood selama periode postpartum merupakan
salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara
maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam
gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan. ada 3
tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues, postpartum
depression dan postpartum psychosis.
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt
pada tahun 1988. Pitt (Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi
yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah,
gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk
berhubungan intim dengan suami). Masih menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat
keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan
yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat
pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.
Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau
melankolia. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah
prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen.
3.
Psikosis Post Partum
Post Partum
Psikosis di picu oleh perubahan hormonal yang cepat terjadi setelah melahirkan,
wanita tersebut banyak mengembangkan gejala premenstruas syndrome (PMS). Kedua
sindrome terkait dengan sensitifitas yang ekstrim wanita terhadap perubahan
hormonal. Jadi kita melihat bahwa suasana hati seorang wanita bisa berkisar
drastis setelah melahirkan karena kelelahan normal dan ketegangan samapai
ke psikosis post partum. Muncul gejala dari beberapa hari sampai 4-6 minggu
post partum. Gejala Psikosis post partum :
a.
Gangguan tidur
b.
Cepat marah
c.
Gaya bicara yang keras
d.
Menarik diri dari pergaulan
Penatalaksanaan:
a.
Pemberian anti Depresan
b.
Dihentikan menyusui
c.
Perawatan dirumah sakit
4.
Kesedihan dan Duka Cita
Dalam bahasa
kali ini, digunakan istilah “berduka”, yang diartikan sebagai respon psikologis
terhadap kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi, tergantung dari apa yang
hilang, serta persepsi dan keterlibatan individu terhadap apapun yang hilang.
“kehilangan” dapa memiliki makna, mulai dari pembatalan kegiatan (pikinik,
perjalanan, atau pesta) sampai kematian orang yang dicinta. Seberapa berat
kehilangan tergantung dari persepsi individu yang mengalami kehilangan. Derajat
kehilangan pada individu direfleksikan dalam respon terhadap kehilangan.
Contohnya, kematian dapat menimbulkan respon berduka yang ringan sampai berat,
tergantung pada hubungan dan keterlibatan individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan
maternitas termasuk hal yang di alami oleh wanita yang mengalami infertilitas
(wanita yang tidak mampu hamil yang tidak mampu mempertahankan kehamilannya),
yang mendapatkan bayinya hidu, tapi kemudian kehilangan harapan (prematuritas
atau kecacatan congenital), dan kehilangan yang dibahas sebagai penyebab post
partum blues (kehilangan keintiman internal ddengan bayinya dan hilangnya
perhatian). Kehilangan lain yang penting, tapi sering dilupakan adalah
perubahan hubungan eksklusif antara suami dan istri menjadi kelompok tiga
orang, aya-ibu-anak.
Dalam hal
ini, “ berduka” dibagi dalam tiga tahap, antara lain :
a.
Tahapan Syok
Tahap ini merupakan tahap awal dari
kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi pengkhayalan, ketidakpercayaan,
marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian,
kesedihan, isolasi, mati rasa, menangis, itroversi (memikirkan dirinya
sendiri), tidak rasional, bermusuhan, kegentiran, kebencian, kewaspadaan akut,
kurang inisiatif, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi dan kurang
konsentrasi. Manifestasi fisik meliputi gelombang distress somatic yang
berlangsung selama 20-60 menit, menghela nafas panjang, penurunan berat badan,
anoreksia, tidur tidak tenang. Keletihan, penampilan kurus da tampak lesu, rasa
penuh di tenggorokan, tersedak, napas pendek, mengeluh tersiksa karna nyeri di
dada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan pada tungkai.
b.
Tahap Penderitaan (fase realitas)
Penerimaan terhadap fakta kehilangan
dan upaya penyesuaian terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama
periode ini. Contohnya, orang yang berduka akan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya tanpa kehadiran orang yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia akan
selalu terkenang dengan orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul
perasaan marah, rasa bersalah, dan takut. Nyeri karna kehilangan akan dirasakan
secara menyeluruh, dalam realitas yang memanjang dan dalam ingatan setiap hari.
Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum. Selama masa ini, kegidupan
orang yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu melanjutkan tugasnya
untuk berduka, dominasi kehilangannya secara bertahap berubah menjadi kecemasan
terhadap masa depan.
c.
Tahap Resolusi (fase menentukan
hubungan yang bermakna)
Selama periode ini, orang yang
berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit, dan individu kembali
pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berhasil karna adanya penanaman
kembali emosi seseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna. Penanaman
kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang telah tergantikan,
tetapi berarti bahwa individu lebih mampu dalam menanamkan dan membentuk
hubungan lain yang lebih bermakna dengan resolusi, serta perilaku orang
tersebut telah kembali menjadi pilihan yang bebas, mengingat selama menderita
perilakuditentukan oleh nilai-nilai sosial atau kegelisahan internal.
d.
Bidan dapat membantu orang tua dalam
melalui proses berduka, sekaligus memfasilitasi pelekatan mereka dan anak yang
tidak sempurna dengan menyediakan lingkungan yang aman, nyaman, mendengarkan,
sabar, memfasilitasi ventilasi perasaan negatif mereka dan permusuhan, serta
penolakan mereka terhadap bayinya.
e.
Saudara kandung dirumah juga harus
diberitahu mengenai kehilangan sehinggan mereka mendapatkan penjelasan yang jujur
terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka mungkin akan membayangkan
bahwa merekalah penyebab masalah yang mengerikan dan tidak diketahui tersebut.
Saudara kandung perlu diyakinkan kembalibahwa apapun yang terjadi bukan
kesalahan mereka dan bahkan mereka tetap penting, dicintai, dan dirawat.
f.
Tanggung jawab utama bidan adalah
membagi informasi tersebut dengan orang tua. Keluarga dapat segera merasakan
sesuatu jika tidaj berjalan baik. Pada peristiwa kematian, ibu tidak
mendengarkan suara bayi dan ibu mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
sebanyak mungkin dari bidan pada saat itu juga. Kejujuran dan realitas akan
jauh lebih baik menghibur daripada keyakinan yang palsu atau kerahasiaan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Maka dapat disimpulkan , Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil,
yang berlangsung selama 6-40 hari. Ibu nifas juga mengalami
perubahan psikologis serta gangguan psikologis masa nifas yaitu :
1.
Post Partu Blues
2.
Depresi Post Partum
3.
Psikosis Post Partum
4.
Kesedihan dan Duka Cita
Tenaga kesehatan terutama bidan diharapkan dapat
mengetahui dan mengerti tentang asuhan pada ibu nifas sehingga dapat memberikan
pelayanan seoptimal mungkin pada setiap ibu post partum agar keadaan ibu
dan janin tetap baik. Selain itu juga diharapkan khususnya para pembaca
agar memahami fisiologi masa nifas serta perubahan yang terjadi baik itu secara
fisiologi maupun psikologi.
B. Saran
1.
Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu
mengetahui factor-faktor psikologis yang dialami pada ibu nifas.
2.
Masyarakat
Diharapkan masyarakat mampu
meningkatkan kesehatan, terutama bagi seorang ibu nifas dan bayinya.
0 komentar:
Posting Komentar