Selasa, 21 Januari 2014



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masa nifas atau purperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu ( 42 hari ) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.
Secara psikologi, pascapersalinan ibu akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yag dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.
Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, untuk suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang   umum terjadi.
Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah melahirkan, banyak wanita yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi diri ringan sampai berat serta gejala-gejala neonatus traumatic, antara lain rasa takut yang berlebihan dalam masa hamil struktur perorangan yang tidak normal sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal, riwayat perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya. Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan pengobatan. Meskipun demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan berikutnya.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu adaptasi psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi keluarga muda, pasca persalinan adalah “awal keluarga baru” sehingga keluarga perlu beradaptasi dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Tugas bidan sebagai tenaga kesehatan adalah memberikan asuhan yang tepat pada Ibu agar mampu merawat bayinya maupun dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain lagi. Juga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan Ibu pada masa itu.



B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana adaptasi psikologis pada masa nifas?
2.      Apa saja factor yang mempengaruhi pada masa nifas?
3.      Apa saja gangguan psikologis masa nifas?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui adaptasi psikologis pada masa nifas
2.      Mengetahui factor yang mempengaruhi masa nifas
3.      Mengetahui gangguan psikologis pada masa nifas

D.    Manfaat
1.      Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengetahui adaptasi psikologis pada masa nifas dan apa saja factor-faktor yang mempengaruhi masa nifas.
2.      Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui gangguan-gangguan yang terjadi pada masa nifas.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Tidak heran bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran.
Reva Rubin membagi peiode ini menjadi 3 bagian, yaitu :
1.      Periode taking in
a.       Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu biasanya masih pasif dan hanya memperhatikan tubuhnya.
b.      Ibu mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan
c.       Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
d.      Peningkatan nutrisi juga sangat dibutuhkan ibu untuk pemulihan dan persiapan proses laktasi.
e.       Dalam memberikan asuhan, bidan harus menjadi pendengar yang baik bagi ibu untuk memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu.

2.    Periode taking hold
a.       Preiode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum
b.      Ibu berubah menjadi perhatian dan bertangguang jawab terhadap bayinya.
c.       Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kesehatan dan ketahanan tubuhnya.
d.      Ibu akan berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi.
e.       Ibu biasanya agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut.
f.       Bidan harus tanggap trhadap kemungkinan terhadap perubahan yanjg terjadi.
g.      Tahap ini merupakan tahapan yang baik bagi bidan untuk memberikan asuhan.

3.      Periode letting go
a.       periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun sangat berpengaruh  terhadap waktu dan perhatihan  yang diberikan oleh keluarga
b.      ibu akan mengambil alih tanggung jawab pada perawatan bayi.
c.       Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini.

B.     Faktor-faktor yang mempengaruhi masa nifas
Factor-faktor yang mempengaruhi  suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain :
1.      Respon dan dukungan keluarga dan teman
Ibu yang baru melahirkan teruma baru pertama kali melahirkan akan sangat membutuhkan dukungan atau respon yang positif dari keluarga dan teman . karena akan mempercepat proses adaptasi terhadap peran baru sebagai ibu.
2.      Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirsasi
Melahirkan adalah suatu hal yang sangat mewarnai perasaan ibu. Ia dapat merasakan  bagaimana rasanya menjadi seorang ibu. Sehingga akan memperdekat hubungan ibu dengan ibunya.
3.      Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
Walaupun bukan lagi pengalaman pertamanya lagi, namun kebutuhan untuk mendapatkan  dukungan positif dari lingkungannya.
4.      Pengaruh budaya
Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasilan  ibu dalam melewati saat transisi ini.

C.    Gangguan Psikologi Pada Masa Nifas
1.      Post Partum Blues
Fenomena pasca partum awal atau baby  blues merupakan sekuel umum kelahiran bayi-biasanya terjadi pada 70% wanita. Penyebabnya ada beberapa hal, antara lain
a.     lingkungan tempat melahirkan yang kurang mendukung,
b.     perubahan hormon yang cepat, dan
c.      keraguan terhadap peran yan baru.
Pada dasarnya, tidak  satupun dari ketiga hal  tesebut termasuk penyebab yang konsisten. Faktor penyebab biasanya merupakan kombinasi dari berbagai faktor, termasuk adanya gangguan tidur yang tidak dapat dihindari oleh ibu selama masa-masa awal menjadi seorang ibu.
Post partum blues biasanya dimulai pada beberapa hari setelah kelahiran dan berakhir setelah 10 – 14 hari. Karakteristik post partum blues meliputi menangis, merasa letih karna melahirkan, gelisah, perubahan alam perasaan, menarik diri, serta reaksi negatif tehadap bayi dan keluarga. Karna pengalaman melahirkan digambarkan sebagai pengalaman “puncak”, ibu baru mungkin merasa perawaran dirinya tidak kuat atau tidak mendapatkan perawatan yang tepat, jika bayangan melahirkan tidak sesuai dengan apa yang ia alami. Ia mungkin juga merasa di abaikan jika perhatian keluarganya tiba-tiba berfokus pada bayi yang baru saja dilahirkannya.
Kunci untuk mendukung  wanita dalam melakukan periode ini adalah berikan perhatian dan dukungan yang baik baginya, serta yakinkan padanya bahwa ia adalah orang yang berarti  bagi keluarga dan suami. Hal yang terpenting, berikan kesempatan  untuk beristirahat yang cukup. Selain itu, dukungan positif atas keberhasilannya menjadi orang tua dari bayi yang baru lahir dapat membantu memulihkan kepercayaan diri terhadap kemampuannya.
2.      Depresi Post Partum
Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 14 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun bahkan sampai 1 tahun kedepan. Pitt tahun 1988 dalam Pitt(regina dkk,2001) depresi post parum  adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu  makan dan kehilangan libido(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita tersebut secara social dan emosional meras terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan  uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post partum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun.
PENYEBAB
Pitt ( Regina dkk, 2001 ), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :
a.       Faktor konstitusional.
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b.      Faktor fisik
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
c.       Faktor psikologis
Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d.      Faktor social
Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor :
1)        Faktor umur.
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
2)        Faktor pengalaman.
Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.
3)        Faktor pendidikan.
Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka (Kartono, 1992).
4)        Faktor selama proses persalinan.
Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
5)        Faktor dukungan sosial.
Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.

GEJALA – GEJALA DEPRESI POSTPARTUM
Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi postpartum yang dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala depresi pada umumnya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :
a.         Mimpi buruk.
Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi – mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
b.        Insomnia.
Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.

c.       Kecemasan.
Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.
d.      Meningkatnya sensitivitas.
Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002)
e.       Perubahan mood.
Menurut Sloane dan Bennedict (1997), menyatakan bahwa depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi bayinya.
Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis.
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt (Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen.
3.       Psikosis Post Partum
Post Partum Psikosis di picu oleh perubahan hormonal yang cepat terjadi setelah melahirkan, wanita tersebut banyak mengembangkan gejala premenstruas syndrome (PMS). Kedua sindrome terkait dengan sensitifitas yang ekstrim wanita terhadap perubahan hormonal. Jadi kita melihat bahwa suasana hati seorang wanita bisa berkisar drastis setelah melahirkan karena kelelahan normal  dan ketegangan samapai ke psikosis post partum. Muncul gejala dari beberapa hari sampai 4-6 minggu post partum.  Gejala Psikosis post partum :
a.       Gangguan tidur
b.      Cepat marah
c.       Gaya bicara yang keras
d.      Menarik diri dari pergaulan
Penatalaksanaan:
a.       Pemberian anti Depresan
b.      Dihentikan menyusui
c.       Perawatan dirumah sakit
4.      Kesedihan dan Duka Cita
Dalam bahasa kali ini, digunakan istilah “berduka”, yang diartikan sebagai respon psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi, tergantung dari apa yang hilang, serta persepsi dan keterlibatan individu terhadap apapun yang hilang. “kehilangan” dapa memiliki makna, mulai dari pembatalan kegiatan (pikinik, perjalanan, atau pesta) sampai kematian orang yang dicinta. Seberapa berat kehilangan tergantung dari persepsi individu yang mengalami kehilangan. Derajat kehilangan pada individu direfleksikan dalam respon terhadap kehilangan. Contohnya, kematian dapat menimbulkan respon berduka yang ringan sampai berat, tergantung pada hubungan dan keterlibatan individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan maternitas termasuk hal yang di alami oleh wanita yang mengalami infertilitas (wanita yang tidak mampu hamil yang tidak mampu mempertahankan kehamilannya), yang mendapatkan bayinya hidu, tapi kemudian kehilangan harapan (prematuritas atau kecacatan congenital), dan kehilangan yang dibahas sebagai penyebab post partum blues (kehilangan keintiman internal ddengan bayinya dan hilangnya perhatian). Kehilangan lain yang penting, tapi sering dilupakan adalah perubahan hubungan eksklusif antara suami dan istri menjadi kelompok tiga orang, aya-ibu-anak.
Dalam hal ini, “ berduka” dibagi dalam tiga tahap, antara lain :
a.       Tahapan Syok
Tahap ini merupakan tahap awal dari kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi pengkhayalan, ketidakpercayaan, marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian, kesedihan, isolasi, mati rasa, menangis, itroversi (memikirkan dirinya sendiri), tidak rasional, bermusuhan, kegentiran, kebencian, kewaspadaan akut, kurang inisiatif, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi dan kurang konsentrasi. Manifestasi fisik meliputi gelombang distress somatic yang berlangsung selama 20-60 menit, menghela nafas panjang, penurunan berat badan, anoreksia, tidur tidak tenang. Keletihan, penampilan kurus da tampak lesu, rasa penuh di tenggorokan, tersedak, napas pendek, mengeluh tersiksa karna nyeri di dada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan pada tungkai.
b.      Tahap Penderitaan (fase realitas)
Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya, orang yang berduka akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya tanpa kehadiran orang yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia akan selalu terkenang dengan orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul perasaan marah, rasa bersalah, dan takut. Nyeri karna kehilangan akan dirasakan secara menyeluruh, dalam realitas yang memanjang dan dalam ingatan setiap hari. Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum. Selama masa ini, kegidupan orang yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu melanjutkan tugasnya untuk berduka, dominasi kehilangannya secara bertahap berubah menjadi kecemasan terhadap masa depan.

c.       Tahap Resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna)
Selama periode ini, orang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit, dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berhasil karna adanya penanaman kembali emosi seseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna. Penanaman kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang telah tergantikan, tetapi berarti bahwa individu lebih mampu dalam menanamkan dan membentuk hubungan lain yang lebih bermakna dengan resolusi, serta perilaku orang tersebut telah kembali menjadi pilihan yang bebas, mengingat selama menderita perilakuditentukan oleh nilai-nilai sosial atau kegelisahan internal.
d.      Bidan dapat membantu orang tua dalam melalui proses berduka, sekaligus memfasilitasi pelekatan mereka dan anak yang tidak sempurna dengan menyediakan lingkungan yang aman, nyaman, mendengarkan, sabar, memfasilitasi ventilasi perasaan negatif mereka dan permusuhan, serta penolakan mereka terhadap bayinya.
e.       Saudara kandung dirumah juga harus diberitahu mengenai kehilangan sehinggan mereka mendapatkan penjelasan yang jujur terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka mungkin akan membayangkan bahwa merekalah penyebab masalah yang mengerikan dan tidak diketahui tersebut. Saudara kandung perlu diyakinkan kembalibahwa apapun yang terjadi bukan kesalahan mereka dan bahkan mereka tetap  penting, dicintai, dan dirawat.
f.       Tanggung jawab utama bidan adalah membagi informasi tersebut dengan orang tua. Keluarga dapat segera merasakan sesuatu jika tidaj  berjalan baik. Pada peristiwa kematian, ibu tidak mendengarkan suara bayi dan ibu mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari bidan pada saat itu juga. Kejujuran dan realitas akan jauh lebih baik menghibur daripada keyakinan yang palsu atau kerahasiaan.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Maka dapat disimpulkan , Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung selama 6-40 hari. Ibu  nifas juga mengalami  perubahan  psikologis  serta gangguan psikologis masa nifas yaitu :
1.      Post Partu Blues
2.      Depresi Post Partum
3.      Psikosis Post Partum
4.      Kesedihan dan Duka Cita
Tenaga kesehatan  terutama bidan diharapkan dapat mengetahui dan mengerti tentang asuhan pada ibu nifas sehingga dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin pada setiap ibu post partum agar keadaan  ibu dan janin tetap baik. Selain itu juga diharapkan khususnya  para pembaca agar memahami fisiologi masa nifas serta perubahan yang terjadi baik itu secara fisiologi maupun psikologi.
  
B.     Saran
1.      Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui factor-faktor psikologis yang dialami pada ibu nifas.
2.      Masyarakat
Diharapkan masyarakat mampu meningkatkan kesehatan, terutama bagi seorang ibu nifas dan bayinya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Midwife Putry salju. Design by WPThemes Expert

Themes By Buy My Themes and Direct Line Insurance.